Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×

Thursday, July 18, 2013

Adzan dengan “Ashshalaatu Khairun Minannaum”


Adzan dengan “Ashshalaatu Khairun Minannaum
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok
A. Keputusan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah
Menurut Keputusan Muktamar Tarjih di Palembang tahun 1956 bahwa dalam adzan subuh, sesudah kata hayyaalal falaah, membaca tatswib, yakni ashshalaatu khairun minannaum, didasarkan pada hadist riwayat lima ahli hadist dari Abu Mahdzurah.
عن ابى محذور رضي الله عنه قال: قلت يا رسول الله علمني سنة الاذن ,فعلمه وقال: فان كان صلاة الصبح قلت: الصلاة خير من النوم الصلاة خير من النوم
Pada waktu Muktamar di Malang bulan Februari 1989, dalam seksi usul-usul, dibicarakan pula soal putusan adzan subuh khususnya soal tastwib. Maka telah ada keputusan sekalipun belum sempurna karena masih ada yang belum mendapatkan kesepakatan. Keputusan tentang adzan subuh itu oleh komisi usul-usul dirumuskan sebagai berikut:
1.      Adzan awal dan adzan tsani(kedua) disyari’atkan. Adzan awal sebelum masuk waktu subuh, sedangkan adzan tsani setelah masuk waktu shalat subuh.
2.      Bacaan tatswib disyairi’atkan dibaca pada adzan pertama, sedangkan pada adzan kedua belum disepakati  ada atau tidak ada bacaan tersebut.
Namun keputusan Mukatamar Palembang belum dicabut, jadi tetap berlaku. Sedang dalil yang menerangkan bahwa tatswib dibaca pada adzan awal adalah:
عن أنس قال : من السنة إذا قال المؤذن في أذان الفجر : حي على الفلاح قال : الصلاة خير من النوم ( مرتين )

Dan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i
عن أبي محذورة قال : كنت أؤذن لرسول الله صلى الله عليه و سلم وكنت أقول في أذان الفجر الأول حي على الفلاح الصلاة خير من النوم الصلاة خير من النوم
Dalil yang menerangkan bahwa bacaan tatswib itu dibaca pada adzan kedua (setelah masuk waktu subuh), ialah: hadist yang dikemukakan pada Muktamar Tarjih Palembang tersebut diatas dan hadist berikut:
عَنْ بِلاَلٍ ، قَالَ : قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تُثَوِّبَنَّ فِي شَيْءٍ مِنَ الصَّلَوَاتِ إِلاَّ فِي صَلاَةِ الفَجْرِ
B. Pembahasan
Hadist pertama
Pada hadist ini ternyata kami tidak mendapati hadist ini. Tapi kami mendapati hadist hampir mirip dengan hadist pertama ini.
عن محمد بن عبد الملك بن أبي محذدرة عن أبيه عن جده قال: قلت: يا رسول الله! عفَفني سنة الأذان، قال: فمسح مقدَّم رأسي؛ قال: " تقول: الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، ترفع بها صوتك، ثمِ تقول: أشهد ان لا إله إلا الله، أشهد أن لا إله إلا الله، أشهد أن محمدآ رسول الله، أشهد أن محمداً رسول الله ، تخفض بها صوتك، ثم ترفع صوتك بالشهادة: أشهد أن لا إله إلا الله، أشهد أن لا إله إلا الله، أشهد أن محمداً رسول الله، أشهد أن محمداً رسول الله، حي على الصلاة، حي على الصلاة، حي على الفلاح، حي على الفلاح، فإن كان صلاة الصبح قلتَ: الصلاة خير من النوم، الصلاة خير من النوم، الله أكبر الله أكبر، لا إله إلا الله ".
Syaikh Albani mengomentari hadist ini bahwa hadist ini shahih. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban didalam kitab shahihnya(1680), dengan sanad
حدثنا مسدد: ثنا الحارث بن عبيد عن محمد بن عبد الملك بن أبي محذورة.
Sanad ini adalah dho’if. ‘Abdul Haq berkata: “Sanad ini tidak bisa dijadikan hujjah.” Ibnu Al-Qaththan menjelaskannya bahwa Muhammad bin ‘Abdul Mulk bin Abu Mahdzur adalah majhul al-hal. Kami tidak mengetahui orang yang meriwayatkan darinya selain Al-Harist.” Adz-Dzahabi berkata didalam kitabnya Al-Mizan: “Ini tidak bisa dijadikan hujjah.” Adapun anak ‘Abdul Mulk bin Abi Mahdzur bukanlah termasuk perawi yang masyhur. Dan adapun yang dimaksud dengan Al-Harist bin ‘Ubaid disini adalah Abu Qudamah Al-Iyadhi Al-Bashryi. Dan dia termasuk dho’if dari segi hafalannya. Dan mengenai hal ini Ibnu Hibban berbeda. Dia membedakan antara Harist bin ‘Ubaid yang meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Abdul Mulk, dan dari Musaddid dengan Ibnu Al-Harist bin ‘Ubaidah yaitu Abu Qudamah Al-Iyadi. Ibnu Hibban menstiqahkan yang pertama dan mendho’ifkan yang lain. Padahal telah terdapat pada sebagian riwayat hadist ini bahwa yang dimaksud Harist ini adalah Qudamah. Tetapi hadist ini adalah berderajat shahih. Karena memiliki jalur periwayatan yang banyak dari Abu Mahdzur. Dan hadist ini telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi(1/394), lalu Ahmad(3/408-409) dengan menggunakan jalur sanad lain, kemudian Ibnu Hibban(288.289).

Hadist kedua
Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthny(90) dari jalan Abu Usamah. Diriwayatkan pula oleh Khuzaimah dalam shahihnya dan Al-Baihaqy dalam sunannya, lalu mengatakan bahwa isnad pada hadist ini shahih. Kemudian diriwayatkan lagi dari Ad-Daruqutny dan Ath-Thahawi dari jalan Hasyim dari Ibnu ‘Aun dengan lafal yang berbeda
كان التثويب في صلاة الغداة إذا قال المؤذن : حي على الفلاح قال : الصلاة خير من النوم ( مرتين )
Dan ini adalah lafal yang diriwayatkan oleh Ibnu As-Sakan.
Hadist ketiga
Hadist ini diriwayatkan oleh An-Nasa’i(1/106) dan Ahmad(3/408), dengan jalur sanad
سفيان عن أبي جفعر عن أبي سلمان عن أبي محذورة
Abu Ja’far pada sanad ini majhul. Tapi dikatakan bahwa Ja’far disini adalah Ja’far Al-Fara’. Dan Ja’far Al-Fara’ ini telah ditsiqahkan oleh Abu Dawud. Dan dari inilah Ibnu Hazm menshahihkan hadist ini, sebagaimana yang ia sebutkan pada kitabnya At-Talkhis(3/172). Az-Zarkasyi didalam kitabnya Takhrij Ahadiist Ar-Rafi’i berkata: “Ibnu Hazm mengomentari hadist ini, bahwa sanadnya shahih, sebagaimana disebutkan pada kitab Subulussalam(1/167).
Syaikh Albani berkata: “Sekarang aku tidak mendapati penshahihan Ibnu Hazm ini, serta hadist ini yang terdapat pada kitabnya Al-Mahally. Sesungguhnya Ibnu Hazm mendatangkan hadist ini dengan jalur lain
وكيع عن سفيان الثوري عن أبي جعفر المؤذن عن أبي سليمان عن أبي محذورة أنه كان إذا بلغ : حي على الفلاح في الفجر قال : الصلاة خير من النوم الصلاة خير من النوم
Dan inipun belum jelas penshahihannya. Imam Asy-Syaukani berkata: “Ibnu Huzaimah telah menshahihkan hadist ini dan telah diriwayatkan oleh Baqy bin Mukhollid.”
Hadist keempat
Telah ditahqiq oleh Syaikh Albani dalam kitabnya Irwa’u Al-Ghalil fi Takhriji Ahaadiisti Manaar As-Sabiil bahwa hadist ini dho’if. Adapun sanad lengkapnya adalah sebagai berikut:
حدثنا أحمد بن منيع حدثنا أبو أحمد الزبيري حدثنا أبو إسرائيل عن الحكم عن عبد الرحمن بن أبي ليلى عن بلال قال قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (715) dari Abu Israil dari Al-Hakam dari ‘Abdurrahman bin abi Laila dari Bilal. Imam At-Tirmidzi mengomentari hadist ini: “Kami tidak mengetahui hadist ini selain dari Abu Israil Al-Mala’iy. Dan Abu Israil sendiri tidak mendengar hadist ini dari Al-Hakam bin ‘Utaybah. Sebenarnya hadist ini itu diriwayatkan oleh Hasan bin ‘Amarah dari Al-Hakam bin ‘Utaybah.”
Syaikh Albani memberi komentar bahwa telah diriwayatkan dari Al-‘Uqaily dari Al-Bukhari. Ia mengatakan bahwa Abu Al-Walid telah mendho’ifkan Abu Israil. Kemudian bertanya kepada Abu Al-Walid tentang hadist Ibnu Abu Laila dari Bilal: “Apakah engkau meriwayatkannya dari Al-Hakam?” Abu Al-Walid menjawab: “Aku mendengar hadist ini dari Al-Hakam dan Al-Hasan bin ‘Umarah.
Maka adapun yang paling utama adalah bahwa hadist ini adalah mudltharib. Karena terkadang ia mengatakan عن الحكم, terkadang حدثنا الحكم, dan terkadang  حدثنا الحكم أو الحسن بن عمارة. Maka tidak syah penetapan dari At-Tirmidzi yang mengatakan bahwa ia tidak mendengarnya. Tetapi sebenarnya hadist ini adalah mudltharib. Oleh karena itu Al-‘Uqaily mengatakan: “Hadist ini terdapat keraguan dan kegoncangan.”
Al-Baihaqi dan Ahmad juga meriwayatkan mengenai hadist ini
عن على بن عاصم عن أبى زيد عطاء بن السائب عن عبد الرحمن بن أبى ليلى به بلفظ: " أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن لا أثوب فى الفجر ".
Tapi hadist ini juga dho’if karena terdapat ‘Atho’ dan Ibnu ‘Ashim.
As-Shan’ani berkata dalam kitabnya Subulussalam: “Lafal ashshalatu khairun minannaum bukanlah termasuk dari lafal-lafal adzan yang disyari’atkan untuk do’a, dan merupakan pemberitahuan bahwa sekarang waktu masuk shalat. Tapi, lafal ini merupakan lafal yang disyari’atkan untuk membangunkan orang yang masih tidur. Dan hal ini sama seperti lafal-lafal tasbih akhir yang sekarang ini dianggap sebagai pengganti bagi adzan awal.
Umar bin Kathab, Ibnu Umar, Anas, Hasan Al-Bishry, Ibnu Sirrin, Az-Zuhry, Malik, Ast-Tsaury, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Dawud, dan pengikut Syafi’i dari qaul qadimnya berpendapat bahwa tastwib itu disyri’atkan. Dan ini diriwayatkan dari Abu Hanifah.
Tapi mereka berselisih mengenai tempatnya. Maka yang masyhur adalah pada shalat subuh saja. An-Nakha’i dan Abu Yusuf berkata: “Tastwib ini sunnah untuk seluruh shalat.”  Al-Qhadli Abu Thayyib mengatakan: “Dianjurkan tastwib pada adzan Isya’.” Dan diriwayatkan dari Asy-Sya’by dan yang lain bahwa taswib dianjurkan untuk adzan Isya dan Subuh. Adapun hadist-hadist mengenai taswib ini, hanya menyebutkan bahwa hal ini terjadi pada subuh saja, tidak pada yang lain. Maka wajiblah untuk membatasi tastwib ini hanya pada subuh saja. Dan ditetapkan bahwa melakukannya pada waktu yang lain adalah suatu perbuatan bid’ah.
Al-’Utrah dan salah satu pendapat Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa tastwib adalah suatu perbuatan bid’ah. Pengarang Al-Bahr berkata: “Umar bin Khatab pernah memberitahukan perihal tastwib ini dan putranya berkata bahwa ini adalah bid’ah. Dan dari Ali ketika ia mendengar tastwib, lalu berkata : “Janganlah kalian menambah sesuatu yang bukan bagian dari adzan.” Asy-Syaukani berkata: “Telah diketahui bahwa hadist ini adalah marfu’(bersumber dari nabi). Dan perintah untuk tastwib adalah umum tidak dikhususkan pada waktu tertentu saja. Dan sebenarnya Ibnu Umar tidak mengingkari akan kemutlakan tastwib ini. Dia sebenarnya mengingkari tastwib yang dilakukan pada shalat dhuhur. Dan adapaun riwayat Ali tersebut yang menyebutkan pengingkarannya setelah syahnya hadist ini tidaklah mencela terhadap hadist lain. Karena penetapan tastwib adalah lebih utama dan telah diketahui kehujjahannya.
C. Kesimpulan
1.      Adzan awal dan adzan tsani(kedua) pada waktu subuh disyari’atkan. Adzan awal sebelum masuk waktu subuh dengan faidah untuk membangunkan orang yang tidur, sedangkan adzan tsani setelah masuk waktu shalat subuh dengan faidah memberitahukan telah masuk waktu subuh.
Bacaan tatswib disyairi’atkan dibaca pada adzan pertama, sedangkan pada adzan kedua hadistnya dho’if. Sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Jadi didalam adzan yang kedua tidak ada bacaan tastwib.

2 comments

Unknown September 16, 2019 at 7:56 PM

Kok di Mesjidil Haram dan Mesjid Nabawi, kedua azan of waktu subuh memakai Tastwib. Apakah bid'ah...juga?

Najich Alfayn July 14, 2020 at 11:46 PM

Di kasih tatswib tetep lebih afdhol....

Post a Comment