Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×

Friday, July 19, 2013

ABORSI MENURUT TAFSIR AL-AZHAR HAMKA

Aborsi Menurut Tafsir al-Azhar Hamka
Oleh: Fikri Noor Al Mubarok

Ketika membahas tentang aborsi dalam al-Quran maka ayat yang akan dibahas adalah surat al-‘An’am ayat 151 dan surat al-’Isra’ ayat 31. Dalam tafsir al-Azhar, Hamka telah menafsirkan kedua ayat tersebut.[1]
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Dalam ayat tersebut Hamka menerjemahkannya sebagai berikut: “Janganlah kamu bunuh anak-anak kamu karena kepapaan.[2] Kamilah yang memberi rizki kamu dan kepada mereka.[3]

Setelah Hamka menyebutkan ayat tersebut, beliau mengatakan bahwa ayat ini adalah nasihat dan peringatan kepada orang tua agar jangan sampai membunuh anak-anak mereka karena miskin. Selanjutnya Hamka mengatakan bahwa membunuh anak karena takut miskin hanyalah bisa terjadi pada orang jahiliyah yang kepercayaanya kepada pertolongan Allah sangat tipis. Padahal allah yang memberikan rizki kepada semua yang ada di bumi. Kemudian Hamka menyebutkan surat Hud ayat 6[4]:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Selanjutnya, dalam surat al-Isra’ ayat 31, Hamka menyebutkan.
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Artinya: “Dan janganlah kamu bunuh anak-anak kamu karena takut kapapaan. Kamilah yang memberi kepada mereka rizki dan kepada kamupun. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah satu kelasahan besar.”

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Hamka menyebutkan bahwa ayat ini memiliki asbabun nuzul, bahwa kebiasaan buruk orang-orang jahiliyah adalah membunuh anak perempuannya. Hal ini karena anak perempuan tidak mendatangkan keuntungan dan tidak pula dapat menolong ayah-bundanya dalam mencari penghidupan. Anak perempuan kalau sudah besar, bersuami dan keluar rumah akan mengikuti suami. Tidak seperti anak laki-laki yang bisa membantu ayah dan kalau sudah kawin dapat membawa istrinya menambah tenaga dapur. Dan anak laki-laki adalah keturunan langsung dari neneknya. Sedangkan anak perempuan hanyalah memperkaya keturunan orang lain.[5]

Menurut Hamka, kejadian diatas masih ada dan terjadi di zaman sekarang ini. Di beberapa tempat ada yang masih merasa bahwa anak perempuan merupakan bala (malapetaka atau kemalangan) bagi keluarga dan mereka lebih senang dan bangga jika memiliki anak laki-laki.[6] Hamka menyebutkan bahwa di zaman jahiliyyah benar-benar ada orang yang membunuh anak karena takut miskin. Sampai sekarang masih terdapat bangsa yang miskin menjual anaknya karena takut tidak mampu memberi makan anaknya.[7]

Ketika menafsirkan ayat ini, Hamka menghubungkannya dengan kasus keluarga berencana (KB). Perlu diketahui bahwa semasa Hamka hidup isu-isu tentang keluarga berencana sangat gencar dilakukan. Didalam tafsirnya ia menyebutkan bahwa kasus ini sering dibicarakan, baik melalui diskusi, seminar, simposium, pidato di muka umum, radio, TV, dan lain-lain. Tapi beliau sangat menyayangkan hal ini karena semuanya hanya membahas alasan-alasan mengapa keluarga berencana (KB) itu perlu dilakukan, obat-obat yang diminum dan alat-alat yang digunakan ketika melakukan keluarga berencana (KB), bahkan ada pula cara memandulkan laki-laki dan perempuan.[8]

Hamka tidak banyak membahas tentang aborsi. Hal-hal yang dibicarakan beliau tentang aborsi antara lain:
1.  Kritikan beliau terhadap para dokter yang senantiasa mengajak dan menganjurkan masyarakat untuk melakukan KB. Menurut Hamka, hal ini dapat juga dikatakan sebagai aborsi (pengguguran). Dan ketika ini terjadi, beliau mengkritik secara pedas dengan mengatakan bahwa hal ini telah bertentangan dengan sumpah dokter sendiri. Dan hal ini akan membawa kegoncangan jiwa bagi dokter itu sendiri.[9]
2.   Ketika membicarakan hukum Islam tentang aborsi Hamka tidak menjelaskannya secara detail. Beliau hanya mengatakan bahwa walaupun pengguguran itu dilakukan ketika masih “permulaan” maka tetap dianggap sebagai pembunuhan dan melakukannya adalah suatu dosa besar.[10] Di surat al-Isra’ ayat 31 Hamka menambahkan bahwa ulama mujtahid telah sependapat bahwa menggugurkan anak yang ada dalam kandungan, yang telah bernyawa sama juga dengan membunuh.[11]
3.    Mengenai awal mulai ada kehidupan pada si bayi, Hamka mengutip sebuah hadis, bahwa nyawa mulai ditiup setelah kandungan 3x40 hari= 120 hari atau dalam kandungan 4 bulan. Tetapi menurut penyelidikan menunjukkan bahwa di waktu berpadunya mani si laki-laki dengan mani si perempuan pada yang dikandung itu sudah mulai ada hidup. Sebab itu sudah wajib kita memeliharanya sampai lahir.[12]
4.  Hamka juga mengutip perkataan dari pengarang al-Ahkam: “Wajiblah atas seorang perempuan yang telah terputus haidnya supaya berjaga-jaga jangan sampai ia minum obat yang ditakutkan akan dapat menyebabkan gugurnya kandungan.[13]

Dalam tafsirnya Hamka menyebutkan bahwa ada 3 alasan yang dikemukakan para ahli keluarga berencana dalam memberikan nasihat-nasihat supaya masyarakat menyadari akan pentingnya pembatasan kelahiran. Ketiga alasan tersebut adalah masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dalam masalah ekonomi, Hamka menyebutkan bahwa banyak diantara pemimpin-pemimpin yang merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat berusaha untuk mendorong dan menganjurkan agar masyarakat membatasi kelahiran mereka karena kehidupan sehari-hari makin jauh dari syarat minimal kehidupan sehingga terbayang dimasyarakat akan kelaparan dan kekurangan makanan yang akan dideritanya jika memiliki banyak keturunan. Dalam masalah kesehatan, Hamka menyebutkan bahwa para dokter banyak yang menganjurkan pasiennya agar melakukan KB terutama terhadapa wanita yang lemah atau pada mereka yang anaknya terlalu rapat/banyak. Hal ini juga dapat mengganggu perhatian yang diberikan orang tua kepada si anak. Dalam masalah pendidikan, Hamka mengatakan bahwa para masyarakat telah timbul suatu pemahaman bahwa agar anaknya terdidik dengan baik, maka cukuplah satu atau dua anak saja. Hal ini dikarenakan para masyrakat menganggap bahwa mendidik anak adalah suatu hal yang susah.[14]

Selain itu, Hamka juga menyebutkan bahwa perempuan-perempuan yang menuruti kehidupan modern merasa bahwa anak-anak itu sangat menghalangi langkahnya untuk bergerak, seperti bercengkrama, menandangi teman, bergaul bebas, keluar pelesir, dll.[15]

Hamka menyebutkan bahwa keluarga berencana ini telah menimbulkan berbagai efek negatif yang cukup besar. Efek negatif itu ada dua macam: kesehatan mental dan kesehatan moral.[16]

Didalam tafsirnya, Hamka telah memberi nasehat betapa penting nilai hidup hidup menurut agama. Suatu nyawa wajib dipelihara. Janganlah bosan mengasuh anak karena cemas tentang makannya. Jaminan hidup untuk dia dan untuk mengasuhnya ada selalu dari Tuhan.[17] Hamka memberi saran agar umat muslim tidak mempersekutukan Allah, karena percaya kepada Allah menimbulkan cahaya dalam hati, dan inspirasi dalam mencari usaha kehidupan.[18]

Hamka juga memberikan tambahan dalam penafsirannya bahwa yang dimaksud dengan membunuh anak juga dapat dilakukan dengan cara lain. Yaitu dengan tidak memberikan pengajaran agama kepada anaknya. Beliau sangat mengkritik orang-orang yang menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang didirikan oleh agama lain, yang memang secara sengaja ingin menarik anak yang sekolah disana itu keluar dari agama Islam yang dipeluk orang tuanya. Beratus-ratus anak tiap tahunnya telah murtad! Padahal dengan perlainan agama putuslah pertalian dunia dan akhirat dan tidak bisa saling mewarisi lagi. Anak yang sudah beda agama sudah boleh dihitung mati! Hal ini sungguh suatu kemalngan besar![19]

Terakhir, Hamka mengutip berkataan Rasyi Ridhlo bahwa setelah datangnya Islam pada masa Nabi saw, orang-orang jahiliyah yang masuk Islam telah berhenti membunuh anak perempuan mereka. Alangkah besar nikmat Islam atas perikemanusiaan seluruhnya dengan terhapusnya adat yang sangat buruk dan keji ini.[20]

Yogyakarta, 14 Mei 2013

(Bagi para pengunjung yang ingin menjadikan tulisan ini sebagai rujukan silakan sertakan nama penulis pada tulisan anda)




[1] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII, cet I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm 141.
[2] Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata kepapan berarti kemiskinan dan kesengsaraan. Lihat KBBI ofline versi 1.3.
[3] Ibid.
[4] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 146-147.
[5] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XV, cet I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hlm 54.
[6] Ibid.
[7] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 147.
[8] Ibid., hlm 152.
[9] Ibid., hlm 169.
[10] Ibid., hlm 170.
[11] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XV…, hlm 55.
[12] Ibid.
[13] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 147.
[14] Ibid.,hlm 150-151.
[15] Ibid., hlm 149.
[16] Ibid., hlm 153.
[17] Ibid.
[18] Ibid., hlm 147.
[19] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VIII…, hlm 55.
[20] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XXX…, hlm 63. 

0 comments

Post a Comment